Suatu ketika di program doktoral kami kedatangan seorang peneliti terkenal. Ia diundang oleh salah seorang guru besar kami yang memimpin sebuah seminar interdisiplin yang disponsori oleh Ford Foundation. Karena topiknya menarik, maka banyak kandidat doktor dan profesor hadir di sana. Ternyata lima belas menit pertama cukup membosankan. Ia melantur ke sana kemari. Papan tulis mulai penuh dengan kata-kata yang ditulis tanpa rangkaian yang jelas.
Tanpa saya duga, adviser saya, yang kebetulan teman dekat presenter itu mengirim notes ke depan. Ia menulis: KISS. Lalu di bagian bawahnya ada tulisan jelas: Keep it Simple, Stupid! Presenter yang membaca notes itu tersenyum, lalu ia minta maaf, karena ceramahnya melantur. Ia menghapus papan tulis, lalu menulis sistematika penyajiannya.
Sejak 2000 tahun yang silam, filsuf Yunani, Plato, sudah mengatakan, presentasi yang baik hanya terdiri dari tiga bagian: pembukaan,isi, dan penutup. Maka, pidato apapun, baik hanya dua menit dalam acara perkawinan (ingat, orang datang ke perkawinan bukan ingin mendengarkan pidato saudara, tapi menyelamati pengantin dan keluarganya), atau satu-dua jam ceramah, isinya tetap sama. Buatlah alur penyajian mengalir dengan sederhana, mudah diikuti semua orang, dan jelas kemana tujuannya.
Pembukaan sebaiknya menjelaskan Anda akan kemana. Pembukaan juga harus menarik perhatian, menciptakan kehangatan, dan saling percaya. Bagain ini hanya boleh menyita 10% dari seluruh ceramah. Sedangkan inti ceramah (isi) dapat dibagi ke dalam beberapa bagian, biasanya disebut main points. Setiap main point itu harus dijelaskan secara spesifik, bila perlu berikan contoh agar lebih membumi. Isinya menghabiskan 70-80% dari seluruh isi presentasi saudara. Lalu tutuplah dengan menyajikan kesimpulan untuk menekankan hal-hal yang penting.
Beberapa hal yang dapat dianjurkan agar saudara dapat menyajikan dengan baik adalah sebagai berikut:
(1). Jangan terlalu ambisius menyajikan banyak hal dalam tempo yang singkat
(2). Buanglah bagian-bagian yang dapat menimbulkan keragu-raguan, atau memerlukan penjelasan panjang lebar dalam tempo yang singkat.
(3). Gunakanlah contoh-contoh yang dekat dengan pendengar. Kalau diambil contoh dari luar negri, jangan lupa berikan sedikit konteksnya.
(4). Pelajari betul daya serap audience, bila perlu gunakan bahasa yang sederhana.
(5). Gunakan gambar, atau cerita untuk memperkaya imajinasi.
Tak ada yang dapat dimengerti di dunia ini selain sebuah presentasi yang alurnya enak diikuti. Kalau saudara bisa mengendalikan diri menyederhanakan otak saudara dengan lebih baik, maka dunia akan mendengarkan saudara. Kita di Indonesia masih sering berpikir terbalik dengan menyangka orang-orang yang pikirannya ruwet sebagai orang pintar. Padahal mereka bukan pintar, mereka hanya asyik dengan pikirannya sendiri.
Created by : Rhenald Kasali